Aksi 212 pada Aceh 2025

Ada persamaan antara buku Aceh 2025 dan aksi 212 yang terjadi di Monas Desember 2016 lalu. Judul "Revolusi Putih” pada buku ini yang mengambarkan hal yang sama dengan aksi 212. Sebanyak 7 juta penduduk islam indonesia mengunakan jubah putih berkumpul di Monas. Menuntut kasus penistaan agama agar segera diselesaikan secara hukum.

Buku Aceh 2025 karangan Thayeb Loh Angen juga mengkisahkan tentang para penuntut yang berkumpul pada pusat  kota. Kisahnya para penutut mengunakan baju putih dan memadati bundaran bulat, sama halnya dengan para pasukan aksi 212.

Cerita ini  ber-setting di Banda Aceh, bermula seorang pemuda yang baru selesai mengikuti lomba lompat indah antar negeri dan pemuda tersebut meraih juara pertama. kemudian Pemuda tersebut tidak ikut pulang bersama rombangannya, Ia lebih memilih menetap di Aceh, berniat ingin mengelilingi aceh sebelum kembali ke negaranya. Tempat pertama yang ia kunjungi adalah Museum Aceh. disana sebuah konflik bermula saat kenyamanan pemuda ini di usik dengan perdebatan dua wanita, satu berija sawak dan satunya lagi penjaga Museum.

Jika mengamati kalimat; Seekor rajawali yang mengitari akan langit bandar itu menyaksikan bahawa sejak remaja lelaki itu keluar daripada rumah bermalam tadi hanya itulaah  manusia yang melintasi jalan utama di bawah sana. tampaknya Thayeb ingin mengisahkan rajawali tersebut sebagai burung gagak yang sering orang menyebutnya sebagai pemberi kabar duka atau burung elang yang sering mengitari langit di Aceh.

“Sekalian orang berpakaian serba putih memenuhi seluruh ruas jalan utama di bandar itu”. Jika maksud Thayeb ‘bandar’ adalah sebuah tugu bulat, maka cerita ini bertempat di sebelah timur taman sari. Sebenarnya, saya tidak menduga bahwa bandar bulat yang disebut disini adalah tugu di depan Taman sari. Namun, ketika saya kembali membaca pada kalimat; begitu dia tiba di jalan sebelah barat taman sari, terdengarlah gemuruh dan lengkisan. Saya  baru ngeh maksud bandar adalah Tugu bulat padaTaman Sari. Selanjutnya, “Sekalian orang berpakain serba putih”, kalimat inilah yang membuat kesamaan  cerita ini dengan aksi 212 pada akhir tahun 2016 lalu.

Namun, ada pula perbedaan antara aksi 212 dan revolusi putih pada Aceh 2025. Yakni peyebab kejadian aksi rakyat tersebut. Aksi 212 lalu, berkumpulnya rakyat memunuhi monas; akibat kasus pendistaan agama. Sedangkan Revolusi putih penyebabnya iyalah; korupsi para pemimpin. Hal ini bisa kita ketahui dengan menyimak akhir-akhir kalimat di cerita ini. “dia pasti salah. Tidak juga. Itu memang petaka bahagi sekalian pencuri uang rakyat”. Kalimat ini menjelaskan bahwa revolusi putih penyebabnya ialah kasus korupsi.

Sayangnya, Novel ini ditulis dengan bahasa melayu-sumatera. Mungkin akan sangat menarik jika ditulis dengan  gaya bahasa indonesia pada umumnya.
  
Novel Aceh 2025 ditulis dalam jangka empat tahun, yakni 2010-2014. Jika kita kembali pada aksi 212 di Monas, maka judul ‘Revolusi Putih’ pada novel ini bisa dikatagorikan sebagai ramalan atau hal yang tak disengaja. Artinya, Novel ini ditulis sebelum aksi 212. Dan jika melihat keadaan Aceh saat ini, mustahil bila hal-hal pada novel ini akan terwujud. Tentunya, kita tidak bisa meramal revolusi putih akan terjadi atau tidak, namun jika memang benar terjadi, maka para pencuri uang rakyat bersiaplah, sebuah revolusi besar akan terjadi.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Merasakan Ruang dalam Museum Tsunami

Jam Beker Daud