Postingan

Menampilkan postingan dari Mei, 2017

Di Kesunyian Terdalam pada Suatu Malam April 2017

Gambar
Di malam sunyi Aku ambil puisi pada hujan Lalu, aku tulis di atas daun-daun Di pagi sunyi Aku lihat embun dengan tanda tanya; dari mana ia datang? Dari malam yang hujan? Atau dari malam yang berbintang? "Semalam tak ada Bintang" jawab hujan "Aku tak sudi menghiasi malamnya" jawab bintang Banda Aceh, 14 April

Pendidikan Pelangi

Gambar
Ini adalah ke sekian kalinya saya membaca buku laskar Pelangi karya Andrea Hirata. Novel ini sangat menginspirasi saya, dengan kata-katanya yang Indah membuat saya semangat lagi ketika menjalani aktivitas. Biasanya, saya sering baca buku ini ketika lagi malas-malasnya belajar, ke sekolah (dulu) dan ke kampus. Judul "sepuluh murid baru" dalam buku ini yang menceritakan bagaiman perjuangan buk mus dan pak harfan memperjuangkan sekolah yang jika digoyang dengan tangan mungkin akan roboh. Buk Mus dan Pak Harfan mulai gelisah, saat murid yang mendaftar di sekolah Muhamadiyah hanya sembilan orang. Bila tidak mencapai angka sepuluh maka sekolah itu akan di tutup. Sekolah yang berdinding papan, jika di dorong dengan tangan mungkin bisa roboh. Sekolah yang jika malam dijadikan kandang kambing. Namun Buk Mus tidak patah semangat untuk menunggu berjam-jam lagi. Hingga anak yang bernama Harun yang datang dari pulau seberang, seakan telah menyambung kembali semangat

Pesan Suku Mante kepada Rakyat Aceh

Gambar
"Aaaaaaaa..!.” sebuah terikan yang terdengar dari panggung utama Piasan seni 2017. Semua orang di sekitaran stand-stand berkumpul di depan panggung utama. Aku yang sedang membaca buku Laskar Pelangi karya Andre Hirata di stand Forum Lingkar Pena, tersentak kaget. Suasana hening sejenak, hanya lampu sorot dari panggung utama yang sekali-kali menganggu mataku. "Aaaaaa...!” suara itu terdengar lebih keras kali ini. Aku memberi tanda baca pada buku Laskar Pelangi. lalu bergegas menuju panggung utama. Di atas panggung aku melihat, orang kecil (seperti kurcaci) yang di penuhi daun-daun dan wajahnya bergaris-garis putih, terlihat seperti orang papua atau manusia pada zaman dahulu kala. Aku berdiri tepat di depan panggung. Orang kecil itu masih ditengah panggung dan diam melihat kanan-kiri, sekali-kali ke atas. Orang-orang semakin penasaran siapa yang diatas panggung?, manusia pada zaman dahulu atau hanya sekedar seni yang di tampilkan?. Dia mengeluarkan suara entah berantah