Kisah Geral dan Safira saat Tsunami


(Mempringati 12 Tahun Gempa & Tsunami Aceh)
                                 
Panggung Museum at Night
Mempringati 12 tahun Gempa & Tsunami Aceh serta mengenang tragedi dahsyat itu, Saya mengunjugi  acara “Night at Museum” pada (25/12). Mungkin saya  dan masyarakat Aceh lainya sudah sangat sering berkunjung ke Museum Tsunami. Namun ini berbeda dari sebelumnya, Dimana para pengunjung menikmati bagaimana suasana di Museum ketika malam hari.

Ketika tiba di halaman Museum saya dimanjakan oleh banyak foto menarik dan indah. Foto foto yang dipamerkan adalah hasil lomba foto yang bertema Silahturahmi Indonesia Menangis.

Pengunjung sudah ramai dan memadati panggung  museum sehabis Magrib. Padahal Museum Trip at Night masih di mulai setengah jam lagi, termasuk saya. Pada pukul 19.30 pemandu museum mengumumkan bahwa pengunjung sudah bisa untuk memasuki Museum. Ketika memasuki lorong Tsunami, banyak orang yang menangis dan bersedih. Mungkin mereka menghayati sembari berdoa untuk keluarga mereka yang dibawa hanyut oleh Tsunami.

Setelah mengelilingi Museum, pengunjung kembali menuju panggung. Musik yang indah dimainkan oleh Group Dhien dan puisi puisi dibacakan. Disisi kiri panggung, terlihat layar lebar, Kira kira ukurannya selebar layar di bioskop. Nantinya, layar tersebut akan diputar video saat terjadi Gempa & Tsunami di Aceh.

Dengan bismillah...
Lon panjatkan doa ke mak lon...

Begitulah lirik lagu yang dinyanyikan Geral saat acara Museum at Night. Geral adalah anak dari korban Tsunami yang  di tinggal keluarganya, saat ini sudah menjadi pemuda tampan. Semua penonton terpaku diam saat geral mulai menyanyikan lagu ciptaannya itu. Disela nyanyian, dari kiri panggung terlihat seorang gadis yang membawa kerta bertulis puisi, Safira. Ia juga anak korban dari Tsunami Aceh.

Puisi Safira berakhir. Geral dan Safira lalu diwawancarai mengenai kejadian Tsunami. Safira menjelaskan, bahwa ia dan keluarga saat itu berada pada rumahnya dibibir pantai ule lhe. Ketika air laut mulai menghancurkan bagunan dan tumbuhan. Orang semua panik saat itu, Safira dan keluarganya menuju gedung yang tinggi. Lalu ayah dan ibunya mengemaskan baju yang ada di lemari sambil mengendong kedua adiknya.

Dan ayahnya menyuruh safira untuk bergegas menuju ke tempat yang tinggi. Gelombang semakin tinggi, rumah warga pun  mulai dihanyutkan lumpur. Sementara safira masih menunggu keluarganya, berharap keluarganya berada di gedung itu.

Safira juga berpesan kepada penonton,” sayangilah keluarga kalian yang masih ada di dunia ini, hargai mereka, patuhilah kata kata kedua orang tua lalu bahagiakan keduanya” kata safira sambil menjatuhkan air mata. penonton terharu ada juga yang menagis dan langit pun ingin meneteskan rintik malam itu. Sedang Geral, juga menyampaikan hal yang serupa dengan Safira.






Komentar

Postingan populer dari blog ini

Merasakan Ruang dalam Museum Tsunami

Jam Beker Daud

Sahabat Misterius